A. Latar Belakang Humanistik Eksistensial
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology)
diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an
bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari
dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi.
Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow
menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki
pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental
yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat
modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang
mengada-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan
keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang
menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan.
Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki
kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari
keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam
hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil
oleh seseorang.
B. Konsep Dasar Tentang Manusia
Psikologi
eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia.Pendekatan ini terutama
adalah suatu sikap yang menekankan pada suatu pemahaman atas manusia alih-alih
suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien.Ada beberapa
konsep utama dari pendekatan eksistensial, yaitu ;
a. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan.
b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan.
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia.
c.Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.
a. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan.
b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan.
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia.
c.Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.
C. Teori Humanistik Eksistensial
1.
Teori Abraham Maslow
Oleh karena eksistensialisme menekankan pada anggapan
bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya,
maka pandangan-pandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli
psikologi humanistik dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi
humanistik. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan
oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 19991 :.112-118 dan Alwisol 2005
: 252-270)
A.
Prinsip
holistik
Menurut Maslow, holisme menegaskan
bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan
sebagai rangkaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua
unsur yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi
pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik
dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
(a) Kepribadian normal
ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi.Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasai
adalah keadaan patologis (sakit).
(b) Organisme
dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang
dapat dipelajari dalam isolasi.
(c) Organisme
memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
(d) Pengaruh
lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi
organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan
kepribadian yang sehat dan integral.
(e) Penelitian yang
komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif
terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi.
B.
Individu
adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen
yang sada, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain
manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
C.
Manusia
tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain
dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut
membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
D.
Individu
sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
E.
Manusia
pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat
atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan
yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
F.
Manusia
memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya
menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
G.
Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.
H.
Manusia
memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai
berikut (Boeree, 2004)
(a) kebutuhan-kebutuhan
fisiologis (the physiological needs)
(b) kebutuhan akan rasa aman (the
safety and security needs)
(c) kebutuhan akan cinta dan
memiliki (the love and belonging needs)
(d) kebutuhan akan harga diri (the
esteem needs)
(e) kebutuhan akan aktualisasi diri
(the self-actualization needs)
2.
Teori Carl Rogers
Rogers (1902-1987) menjadi terkenal
berkat metoda terapi yang dikembangkannya, yaitu terapi yang berpusat pada
klien (client-centered therapy). Tekniknya tersebar luas di kalangan
pendidikan, bimbingan, dan pekerja sosial. Rogers sangat kuat memegang
asumsinya bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif,
proaktif, heterostatis, dan sukar dipahami (Alwisol, 2005 : 333).
A.
Pokok-pokok
Teori Carl Rogers
a.
Struktur
kepribadian
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur
kepribadian. Namun demikian ada tiga komponen yang dibahas bila bicara tentang
struktur kepribadian menurut Rogers, yaitu : organisme, medan fenomena, dan
self.
(a)
Organime,
mencakup :
-
Makhluk
hidup
Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan
psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial
terdapat dalam kesadar setiap saat.
-
Realitas
subjektif
Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau
dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan
benar-salah.
-
Holisme
Organisme adalah kesatuan sistem, sehingga perubahan pada
satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna
pribadi atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan
mengembangkan diri.
b.
Medan
fenomena
Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan
pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Medan fenomena merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang
sepanjang hidupnya.
c.
Self
Self merupakan konsep pokok dari
teori kepribadian Rogers, yang intinya adalah :
·
terbentuk
melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu;.
·
bersifat
integral dan konsisten;
·
menganggap
pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman;
·
dapat
berubah karena kematangan dan belajar.
B.
Dinamika
kepribadian
Menurut Rogers, organisme
mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin
berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin tersosialisasikan. Rogers
menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah
tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan
sebagaimana medan itu dipersepsikan (Hall dan Lindzey, 1995 :136-137).
Rogers menegaskan bahwa secara alami
kecenderungan aktualisasi akan menunjukkan diri melalui rentangan luas tingkah
laku, yaitu :
·
Tingkah
laku yang berakar pada proses fisiologis, termasuk kebutuhan dasar (makana,
minuman, dan udara), kebutuhan mengembangkan dan memerinci fungsi tubuh serta
generasi.
·
Tingkah
laku yang berkaitan dengan motivasi psikologis untuk menjadi diri sendiri.
·
Tingkah
laku yang tidak meredakan ketegangan tetapi justru meningkatkan tegangan, yaitu
tingkah laku yang motivasinya untuk berkembang dan menjadi lebih baik.
C.
Perkembangan kepribadian
Rogers tidak membahas teori
pertumbuhan dan perkembangan, namun dia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua
orang yang secara alami mendorong proses organisme menjadi semakin kompleks,
otonom, sosial, sdan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Rogers
menyatakan bahwa self berkembang secar utuh-keseluruhan, menyentuh semua
bagian-bagian. Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif,
dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap sesuai dengan struktur
self sehingga dirinya berkembang menjadi pribadi yang berfungsi utuh.
Pribadi yang berfungsi utuh menurut
Rogers adalah individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi
potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri
dan seluruh rentang pengalamannya. Rogers menggambarkan 5 ciri kepribadian yang
berfungsi sepenuhnya sebagai berikut :
·
terbuka
untuk mengalami (openess to experience);
·
hidup
menjadi (existential living);
·
keyakinan
organismik (organismic trusting);
·
pengalaman
kebebasan (experiental freedom);
·
kreativitas
(creativity)
D. Dalil-Dalil yang Mendasari Praktek Konseling
Humanistik Eksistensial
Dalil-dalil ini, yang dikembangkan dari karya-karya para
penulis psikologi eksistensial, berasal dari Frankl (1959,1963), May (1953,
1958, 1961),Maslow (1968), Jourard (1971), dan Bugental (1965), mereka
merepresentasikan sejumlah tema yang penting yang merinci praktek-praktek
konseling yaitu :
1.
Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri
yangmenjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis
bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri
itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar
diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran
diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana
dinyatakan oleh Kierkegaard, "Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh
diri seseorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar.
Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk
memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk
yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai
berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat
banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka
sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu,
Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukandi dalamnya menakutkan atau
menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi
oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan
pintu itu tertutup atau terbuka. Apabila seorang konselor dihadapkan pada
konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada
konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan
menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi“,
menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran
diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi,
faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah
tujuan segenap konseling.
2.
Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti
bahwadia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena
manusia pada dasamya bebas, maka dia harus bertanggung jawabatas pengarahan
hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan
kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan
manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi
hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya
kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan
putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang
menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan
hidup yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi
manusia hanya saat mengambil putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah
pilihan kita." Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan
untuk menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard,
"memilih diri sendiri", menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab
atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa
"kita adalah makhluk yang memutuskan".
Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar
menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan
dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik
pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat
pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya
untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
3.
Dalil 3 : Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara
keunikan tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari
dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam.
Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia
kesepian dan mengalami keterasingan. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang
kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita.
Akantetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis;
ia membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang
kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan
keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang
lain dan terlibat dengan mereka.Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana
hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk
menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita.
Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah
bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa
mereka bukansiapa-siapa. Para konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta
kepadapara konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli
menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan
dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu
menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli
untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi
cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri. Kebutuhan akan diri berkaitan
dengan kebutuhan menjalanihubungan yang bermakna dengan orang lain. Jika kita
hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain
maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan.
4.
Dalil 4 : Pencarian makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah
perjuangannya untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya
selalu dalam pencarian makna dan identitas pribadi. Biasanya konflik-konflik
yang mendasari sehingga membawa orang-orang ke dalam konseling adalah
dilema-dilema yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa
saya berada? Apa yang saya inginkan dari hidup? Apa maksud dan makna hidup
saya? Konseling eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk
membantu konseli dalam usahanya mencari makna hidup.Pertanyaan-pertanyaan yang
bisa diajukan oleh konselor kepada konseli adalah: 'Apakah Anda menyukai arah
hidup Anda? Apakah Anda puas atasapa Anda sekarang dan akan menjadi apa Anda
nanti? Apakah Anda aktif melakukan sesuatu yang akan mendekatkan Anda pada
ideal-diri Anda? Apakah Anda mengetahui apa yang Anda inginkan? Jika Anda
bingung mengenai siapa Anda dan apa yang Anda inginkan, apa yang Anda lakukan
untuk memperoleh kejelasan? Salah satu masalah dalam konseling adalah
penyisihan nilai-nilai tradisional (dan nilai-nilai yang dialihkan kepada
seseorang) tanpa disertai penemuan nilai-nilai lain yang sesuai untuk
menggantikannya.
Tugas konselor dalam proses konseling adalah membantu
konseli dalam menciptakan suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yang
konsisten dengan cara ada-nya konseli. Konselor harus menaruh
kepercayaan terhadap kesanggupan konseli dalam menemukan sistem nilai yang bersumber
pada dirinya sendiri dan yang memungkinkan hidupnya bermakna. Konseli tidak
diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan sebagai akibat tidak adanya
nilai-nilai yang jelas. Kepercayaan konselor terhadap konseli adalah variabel
yang penting dalam mengajari konseli agar mempercayai kesanggupannya sendiri
dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari dalam dirinya.
5.
Dalil 5: Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia.
Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi
suatutenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibatdari
kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan
profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak konseli yang
memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut
penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk
mengurangi kecemasan mereka. Konselor yang berorientasi eksistensial,
bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau
mengurangi kecemasan. Sebenarnya, konselor eksistensial tidak memandang
kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu
sehingga untuk sementara konseli bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan.
Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan adalah: Bagaimana konseli mengatasi
kecemasan? Apakah kecemasan merupakan fungsi dari pertumbuhan ataukah fungsi
kebergantungan pada tingkah laku neurotik? Apakah konseli menunjukkan keberanian
untuk membiarkan dirinya menghadapi kecemasan atas hal-hal yang tidak
dikenalnya? Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif, baik
konseling individual maupun konseling kelompok. Jika konseli tidak mengalami
kecemasan, maka motivasinya untuk berubah akan rendah.Kecemasan dapat
ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi
risiko bereksperimen dengan tingkah laku baru. Implikasi-implikasi konseling
bagi kecemasan. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka
mengalami kecemasan atau depresi banyak klien yang memasuki kantor konselor
disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau
setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka.
Konselor yang berorientasi eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi
gejala-gejala atau kecemasan. Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan
sebagai hal yang tidak diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang
produktif baik konseling individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat
ditransformasikan kedalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi
resiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.
6.
Dalil 6: Kesadaran atas kematian dan non-ada
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar
yang memberikan makna kepada hidup. Frankl (1965) sejalan dengan May
menyebutkan bahwa kematian memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika
kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya.
Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita lakukan sekarang memiliki arti
khusus. Bagi Frankl, yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan
lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup.
7.
Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni
kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki
dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki
kecenderungran kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas
pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika
seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka dia akan
mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab
demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat. Alam seolah-olah berkata kepada
kita, "Kamu harus menjadi apa saja yang kamu bisa." Menjadi sesuatu
memerlukan keberanian. Dan apakah kita ingin menjadi sesuatu atau tidak menjadi
sesuatu adalah pilihan kita. Maslow merancang suatu studi yang menggunakan subjek-subjek
yang terdiri dari orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa ciri yang
ditemukan oleh Maslow (1968,1970) pada orang-orang yang mengaktualkan diri itu
adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup
mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan
kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otomoni, kesanggupan
menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yang tulus
terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri (kebalikan
dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain), dan tidak
adanya dikotomi-dikotomi yangartifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci,
lemah-kuat).
Dalil Maslow tentang aktualisasi diri memiliki implikasi-implikasiyang
jelas bagi praktek psikologi konseling sebab tendensi kearah pertumbuhan dan
aktualisasi merangkum kekuatan utama yang menggerakkan proses terapeutik.
Menurut kodratnya manusia memiliki dorongan yang sangat kuat kearah aktualisasi
diri dan ingin mencapai lebih dari sekedar keberadaan yang aman tetapi Statis
Carl Rogers (1961),seorang tokoh utama dalam menciptakan psikologi humanistik,
membangun teori dan praktek di atas konsep tentang : “Pribadi Yang Berfungsi
Penuh”, yang sangat mirip dengan “ Orang yang Mengaktualkan Diri” yang
dikemukakan oleh Maslow.
E. Konsep Utama Pendekatan Humanistik Eksistensial
1.
Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya
sendiri,suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu
berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk-mahluk
lain. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup
sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan
seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.Peningkatan
kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif,
motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan
pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran diri banyak terdapat pada
akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah
fundamental bagi pertumbuhan manusia.
2.
Kebebasan tanggung jawab, kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa
menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah
suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis,
sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan
kepribadian.
3.
Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk
menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna
bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan
identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.
F. Tujuan-tujuan Terapeutik
·
Agar
klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya.
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya.
·
Meluaskan
kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni
menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
·
Membantu
klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan
memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
G. Fungsi dan Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik
memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1.
Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2.
Menyadari
peran dari tanggung jawab terapis
3.
Mengakui
sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4.
Berorientasi
pada pertumbuhan
5.
Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
6.
Mengakui
bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7.
Memandang
terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya
Hidup dan pandangan humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
Hidup dan pandangan humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8.
Mengakui
kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9.
Bekerja
ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan
Kebebasan klien.
Kebebasan klien.
H. Teknik Terapi
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat.
Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya
separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah
menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna
apabila ia memaknainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar