Rational Emotive Therapy
Teapi Emotif Rasional yang dikembangkan
oleh Albert Ellis merupakan bagian dari terapi CBT (cognitive behaviural
therapy) lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi
kognitif-tingkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan pada proses
berpikir, menilai, memuuskan, menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Teapi
Emotif Rasional membangkitkan sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti:
Apakah pada dasarnya psikoterapi merupakan proses reeduksi? Apakah sebaiknya
terapis berfungsi terutama sebagai guru? Apakah pantas para terapis menggunakan
propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana
membebaskan keefektifan usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan
irasional” nya dengan menggunakan logika, nasihat, informasi, dan
penafsiran-penafsiran.
Teapi Emotif Rasional adalah aliran
psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,
baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan
jahat. Manusia memiliki kecenderungan –kecenderungan untuk memelihara diri,
berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain,
serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku
pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara
untuk terlibat dalam sabotase diri.
Pandangan pendekatan rasional emotif
tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis :
ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent
event,Belief, dan Emotional consequence.
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau
sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi
diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam,
yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang
tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan
cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana
itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau
system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran
itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau
reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan
akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam
bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Teapi Emotif Rasional (TRE) adalah
aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan
potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional
dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri,
berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain,
serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri.
Teapi Emotif Rasional menegaskan bahwa
manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi
potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan
masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan
keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan
dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia
mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan.
Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya
dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah
makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh
naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan
untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan
dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada
masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri
sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara
mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak
sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian
masa lampau yang pasif.
Unsur pokok terapi rasional-emotif
adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut
Ellis, pilaran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan
dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan
dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan
diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik.
Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu
dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata
lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran.
Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu
dapat berubah menjadi pikiran.
Pandangan yang penting dari teori
rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang
berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi
kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang
pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu,
menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2)
orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak
tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi,
(3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk
menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah
laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak,
tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah
penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk
menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada
kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran
manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan
sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa “gangguan emosi pada
dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis
dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik
terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri
kalah”.
TRE berhipotesis bahwa karena kita
tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan
yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut
berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita
tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita.
Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan
dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan
yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : ” meminimalkan
pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh
filsafat hidup yang lebih realistik”. Tujuan psikoterapis yang lebih baik
adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah
dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami
oleh mereka.
Ringkasnya, proses terapeutik terdiri
atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada
dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbhagiaannya adalah
irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir
rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses
belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan
membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan
rasional.
Tujuan Terapi Emotif Rasional
Tujuan utama dari terapi ini yaitu
meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien
untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong
suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa
masalah-masalah manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif
Rasional tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967, hlm,
85;1973a, hlm. 172), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis
nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien
adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan misalnya, maka sasaran yang
dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan ketakutan yang spesifik
itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada umumnya. TRE bergerak ke
seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama.
Ringkasnya, proses terapeutik utama TRE
dilaksanakan dengan suatu maksud utama yaitu: membantu klien untuk membebaskan
diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan
yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien
menginternalisasikan suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasikan
keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal dari
orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang
spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang
dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan
bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan
secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”,
dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang
rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran,
terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang
mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai
kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien
agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai
agen-agen kontra propoganda.
Langkah kedua adalah membawa klien
ke-seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang
mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus
menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat
yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan
perkataan lain, karena klien tetap mereindoktrinasi diri, maka dia bertanggung
jawab atas masalah-masalahnya sendiri. Terapis tidak hanya cukup menunjukkan
kepada klien bahwa Dia memiliki proses-proses yang tidak logis, sebab klien
cenderung mengatakan, ”sekarang saya mengerti bahwa saya memiliki ketakutan
akan kegagalan dan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak realistis”.
Untuk melangkah ke seberang pengakuan
klien atas pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan irasionalnya, terapis
mengambil langkah ketiga, yakni berusaha agar klien memperbaiki
pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya. TRE berasumsi
bahwa keyakinan-keyakinan yang tidak logis itu berakar dalam sehingga biasanya
klien tidak bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk
memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan
filsafat-filsafatnya yang tidak realistis yang menjurus pada lingkaran setan
proses penyalahan diri. Jadi langkah terakhir dari proses terapeutik adalah
menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional
sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan
yang irasional.
Menangani masalah-maslah atau
gejala-gejala yang spesifik saja tidak menjamin bahwa masalah-masalah lain
tidak akan muncul. Yang kemudian diharapkan adalah terapis menyerang inti
pikiran irasional dan mengajari klien bagaimana menggantikan
keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irasional dengan yang rasional.
Terapis yang bekerja dalam kerangka TRE
fungsinya berbeda dengan kebanyakan terapis yang lebih konvensional. Karena TRE
pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif
dan direktif. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah
mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama
menggunakan metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang
menekankan aspek-aspek kognitif. Rllis (1973ª,hlm.185) memberikan suatu
gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut:
a.
mengajak klien untuk
berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi
banyak gangguan tingkah laku;
b.
menantang klien untuk
menguji gagasan-gagasanya;
c.
menunjukkkan kepada
klien ketidaklogisan pemikirannya;
d.
menggunakan suatu
analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e.
menunjukkan bahwa
keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan
mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
f.
menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
g.
menerangkan bagaimana
gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang
rasional yang memiliki landasan empiris;
h.
mengajari klien
bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa
mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan
datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat
merusak diri.
Pengalaman utama klien dalam TRE adalah
mencapai pemahaman. TRE berasumsi bahwa pencapaian pemahaman emosional
(emotional insight) oleh klien atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya
adalah bagian yang sangat penting dari proses terapeutik. Ellis (199\67, hlm
87) mendefinisikan pemahaman emosional sebagai “ mengetahui atau melihat
penyebab-penyebab masalah dan bekerja dengan keyakinan dan bersemangat untuk
menerapkan pengetahuan itu pada penyelesaian masalah-masalah tersebut”. Jadi,
TRE menitikberatkan penafsiran sebagai suatu alat terapeutik.
Tiga Taraf Pemahaman dalam TRE
Klien menjadi sadar bahwa ada anteseden
tertentu yang menyebabkan dia takut terhadap suatu hal:
a.
Klien mengakui bahwa
dia masih merasa terancam oleh ketidaknyamanannya, karena dia tetap mempercayai
dan mengulang-ulang keyakinan-keyakinan irasional yang telah diterimanya.
b.
Tarap pemahaman
ketiga terdiri atas penerimaan klien bahwa dia tidak akan membaik, juga tidak
akan berubah secara berarti kecuali jika dia berusaha sungguh-sungguh dan
berbuat untuk mengubah keyakinan irasionalnya dengan benar-benar melakukan
hal-hal yang bersifat kontropropaganda.
TRE lebih menekankan terutama pada dua
pemahaman-pemahaman yaitu tarap pemahaman kedua dan ketiga, yakni pengakuan
klien bahwa dirinyalah yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan yang semula mengganggu dan bahwa dia sebaiknya menghadapinya
secara rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha menghapuskannya.
Penerapan Teknik-Teknik Dan
Prosedur-Prosedur Terapeutik Rasional Emotif
TRE memberikan keleluasaan kepada
pempraktek untuk menjadi eklektik. Sebagian besar sistem psikoterapi
mengandaikan suatu kondisi tunggal yang diperlukan bagi pengubahan kepribadian.
Ellis (1976, hlm 89), berpendapat bahwa mungkin tidak ada kondisi tunggal atau
sekumpulan kondisi yang memadai dan yang esensial bagi terjadinya suatu
perubahan. TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan melalui
banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang
berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki hubungan
dengan terapis, menonton film, mendengarkan rekaman-rekaman, mempraktekkan
pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan diri dalam korespondensi melalui
saluran-saluran TRE, menghabiskan waktu sendirian untuk berpikir dan meditasi,
dan dengan banyak cara lain untuk menentukan perubahan kepribadian yang tahan
lama.
Teknik TRE yang esensial adalah
mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah terapi dimulai, terapis
memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereeduksi klien. Dalam hal
ini teknik-teknik yang dapat digunakan dalam terapi ini meliputi diantaranya:
pelaksanaan pekerjaan rumah (home task/work) dimana pada pelaksnaannya klien
diajarkan dan disuruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dapat
dilakukannya seperti kedisiplinan waktu, merapihkan tempat tidur, melaksanakan
komunikasi dan relasi yang positif (produktif), desensitiasi, pengkondisian
operan, hipnoterapi dan latihan asertif.
Penerapan TRE pada Terapi Individual
Ellis (1973ª, hlm. 192) menyatakan
bahwa pada penanganan terapi individual pada pelaksanaannya diharapkan memiliki
satu sesi dalam setiap minggunya dengan jumlah antara lima sampai lima puluh
sesi. Dimana pada pelaksanaan terapi ini klien diharapkan mulai dengan
mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekan dan menjabarkan
perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis juga
mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan
dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi
keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan pekerjaan rumah
yang akan membantu klien untuk cecara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan
irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekkan cara-cara hidup yang
lebih rasional.
Setiap minggu terapis memerikasa
kemajuan kliennya dan klien secara sinambung belajar mengatasi
keyakinan-keyakinan irasionalnya sampai ia lebih dari sekedar menghilangkan
gejala-gejala, yakni sampai mereka belajar cara-cara hidup yang lebih toleran
dan rasional
Teknik-Teknik Terapi Emotif Rasional
(Emotif)
a.
Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan
tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat
pendisiplinan diri klien.
b.
Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri
melalui peran tertentu.
c.
Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus
menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
a.
Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih
rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun
hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang
positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan
menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b.
Sosial modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada
klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial
yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan
masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
c.
Home work assignments
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah
untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang
diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan
perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan
tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru,
mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan home work
assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan
tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan
mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta
kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi
ketergantungannya kepada konselor.
d.
Latihan asertif
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan
tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran,
latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif
adalah : (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang
berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan klien dalam
mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang
lain; (c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri;
dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif
yang cocok untuk diri sendiri.